Pendahuluan
Ta’arif
pernikahan adalah akad yang menghalalkan pergaulan dan membatasi hak dan
keajiban serta tolong menolong antara seorang laki-laki dan seorang perempuan
yang bukan mahram.
Firman
Allah:
“Maka
nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi dua, tiga atau empat. Kemudian
jika kamu takut tidak akan dapat berbuat adil maka (nikahilah seorang saja).”
(An-Nisa:3)
Pembahasan
A.
Pengertian
Nikah
Nikah
adalah salah satu asas pokok hidup yang paling utama dalam pergaulan atau
masyarakat. Pertalian pernikahan dalam kehidupan manusia bukan saja antara
seorang laki-laki dan perempuan tetapi dua keluarga.
Adapun
faedah terbesar dalam pernikahan ialah untuk menjaga dan memilhara perempuan
yang bersifat lemah dari kebinasaan, sebab perempuan apabila ia sudah menikah
maka nafkahnya atau biaya hidupnya wajib ditanggung oleh suami. Pernikahan juga
berguna untuk memelihara perempuan anak cucu sebab kalo tidak nikah, tentu anak
tidak berketentuan siapa yang akan mengurusnya dan bertanggung jawab.
B.
Rukun
Nikah
1. Sighat
(akad) yaitu perkataan dari pihak wali perempuan.
2. Wali
(wali si perempuan).
Dasar
1 Sabda Nabi, “Barang siapa diantara yang menikah tidak dengan izin walinya,
maka pernikahannya batal” (Riwayat empat orang ahli hadis kecuali Nasa’i)
Dasar
2 “Janganlah perempuan menikahkan perempuan yang lain dan jangan pula seorang
perempuan menikahkan dirinya sendiri.” (Riwayat Ibnu Majah dan Daruqutni)
3. Dua
orang saksi.
Sabda
Nabi “Tidak sah nikah kecuali dengan wali dan dua saksi yang adil” (Riwayat
Ahmad)
C.
Susunan
Wali
Firman
Allah, “Janganlah kamu menghalangi kamu menikah”(Al-Baqarah:232) kemudian hadis
Umu Salamah yang telah berkata kepada Rasulullah, “Wali saya tidak ada seorang
pun yang dekat”.
Semua
itu menjadi tanda bahwa wali-wali itu telah diketahui atau dikenal, yaitu:
1. Bapaknya.
2. Kakeknya
(bapak dari bapak mempelai perempuan),
3. Saudara
laki-laki yang seibu sebapak dengannya.
4. Saudara
laki-laki yang sebapak saja dengannya.
5. Anak
laki-laki dari saudara laki-laki yang seibu sebapak dengannya.
6. Anak
laki-laki dari saudara laki-laki yang sebapak saja dengannya.
7. Saudara
bapak yang laki-laki (paman dari pihak bapak).
8. Anak
laki-laki pamannya dari pihak bapaknya.
9. Hakim.
Syarat wali dan dua saksi:
1. Islam
2. Baligh
3. Berakal
4. Merdeka
5. Laki-laki
Kesimpulan
1. Berdasarkan
dasar hadis nabi, “Janganlah perempuan menikahkan perempuan yang lain dan
jangan pula seorang perempuan menikahkan dirinya sendiri.” (Riwayat Ibnu Majah
dan Daruqutni)
2. Dalam
Islam terdapat perbedaan antara laki-laki dan perempuan, khususnya dalam
masalah perkawinan. Soerang laki-laki jika telah dewasa dan berakal, maka Ia
berhak untuk melakukan akad nikahnya sendiri. Hal ini berbeda dengan wanita,
walaupun ia diminta persetujuannya oleh walinya, tetapi tidak diperkenankan
untuk melakukan akad nikahnya sendiri.
3. Suatu
perkawinan sangat mungkin menjadi titik tolak berubahnya hidup dan kehidupan
seseorang. Dan dengan adanya anggapan bahwa wanita (dalam bertindak) lebih
sering mendahulukan perasaan daripada pikirannya, maka dikhawatirkan ia dapat
melakukan sesuatu yang menimbulkan kehinaan pada dirinya yang hal itu juga akan
menimpa walinya.
4. Disamping
itu pada prakteknya di masyarakat, pihak perempuan lah yang mengucapkan ijab (penawaran),
sedang pengantin laki-laki yang diperintahkan mengucapkan qabul (penerimaan),
karena wanita itu pada umumnya (fitrahnya) adalah pemalu, maka pengucapan ijab
perlu diwakilkan kepada walinya. Hal ini berarti bahwa fungsi wali dalam
pernikahan adalah untuk menjadi wakil dari pihak perempuan untuk mengucapkan
ijab dalam akad nikahnya.
Sumber:
Rasjid,
Sulaiman. 1994. Fiqh Islam. Bandung:
Sinar Baru Algesindo.